LSM Sangulara Kritik Sikap Bupati Parigi Moutong Soal Pernyataan Kontroversial
- account_circle Faradiba Zaenong
- calendar_month Jum, 31 Okt 2025
- visibility 13
- comment 0 komentar

Sekretaris LSM Sangulara Sulawesi Tengah, Riswan Batjo Ismail, S.Ag., SE. (Foto: Istimewa)
Parigi Moutong, Pikirkan.com – Sebuah video pernyataan Bupati Parigi Moutong yang menyebut “tidak enak kalau saya yang tindak” memunculkan perdebatan luas di masyarakat. Ungkapan tersebut dianggap menunjukkan sikap ragu seorang kepala daerah dalam mengambil langkah tegas terhadap dugaan pelanggaran di lingkup pemerintahannya.
Sekretaris LSM Sangulara Sulawesi Tengah, Riswan Batjo Ismail, S.Ag., SE, menilai ucapan itu tidak dapat dianggap remeh. Menurutnya, kalimat tersebut menyiratkan bahwa bupati mengetahui siapa pihak yang dimaksud, namun enggan bertindak langsung.
“Dari ucapannya, jelas bupati mengetahui siapa pelakunya. Ia bahkan menyebut bidang tata ruang. Tetapi ketika mengatakan tidak enak untuk menindak, muncul pertanyaan: mengapa seorang kepala daerah merasa tidak enak terhadap pelaku pelanggaran?” ujar Riswan, Jumat (31/10/2025).
Riswan menilai, konteks pernyataan itu berkaitan dengan persoalan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) di Kabupaten Parigi Moutong yang hingga kini masih menjadi perbincangan publik. Ia menegaskan bahwa sejak awal proses pengusulan WPR tidak melibatkan DPRD, bahkan tidak disertai surat tembusan resmi.
“Ketika usulan WPR diajukan tanpa koordinasi dengan DPRD dan kemudian menimbulkan polemik hingga DPRD meminta pencabutan, hal ini menunjukkan lemahnya koordinasi antarlembaga pemerintah daerah,” jelasnya.
Lebih lanjut, Riswan menyoroti pernyataan bupati yang mengaku ada pihak yang mengubah dokumen resmi. Ia menilai hal tersebut merupakan pernyataan serius yang semestinya diikuti langkah hukum yang tegas.
“Setiap ucapan seorang pemimpin memiliki bobot dan dipercaya publik. Jika bupati sudah mengetahui pelakunya, seharusnya tidak perlu menunggu pihak lain untuk menindak. Apakah keadilan hanya ditegakkan jika yang bertindak bukan dirinya?” tegas Riswan.
Ia mengingatkan bahwa alasan “tidak enak” tidak dapat dijadikan dasar untuk mengabaikan pelanggaran, karena hal tersebut berpotensi melemahkan otoritas kepemimpinan daerah.
“Jika seorang pemimpin takut menegakkan aturan karena alasan pribadi, maka pelanggaran akan menjadi hal yang lumrah, dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah akan semakin menurun,” tutup Riswan Batjo Ismail, S.Ag., SE, Sekretaris LSM Sangulara Sulawesi Tengah.
- Penulis: Faradiba Zaenong

Saat ini belum ada komentar